Monday, December 13, 2010

Hal Kecil

Kadang hal-hal kecil mampu merubah segalanya”. Pernah mendengar kalimat ini?Kalau tak salah ingat ya, saya pernah dengar slogan ini dari salah satu iklan di televisi.

Setelah dipikir-pikir ternyata benar juga. Hal-hal kecil ternyata mampu merubah segalanya. Contohnya dulu, sewaktu masih di bangku sekolah. Ada guru fisika yang killer banget. Kalau “Si bapak killer” sudah ngajar, fuih… tak ada murid yang dengan leluasa beraktivitas, bahkan untuk sekedar mengalihkan pandanganpun rasanya perlu berulangkali mikir, saking takutnya sama si bapak killer.

Anehnya, si bapak killer sama sekali tak sadar. Beliau kekeh, komit sama metode pengajarannya yang persis seperti militer yang penuh dengan  aturan. Pokoknya tegang sekali.

Murid-murid pastinya tak merasa nyaman, mereka tak dapat rileks menangkap pelajaran yang disampaikan beliau. Bila murid bertanya sesuatu mengenai materi yang beliau sampaikan, maka ini akan menjadi bencana kecil karena si bapak killer akan langsung balik bertanya. Sebenarnya baik, karena dengan demikian akan terjadi interaksi. Metodenya menjadi interaktif. Tapi…yang menjadi masalah adalah “image” si bapak yang terlanjur dipatrikan killer di benak semua murid maka mereka jadi takut. Boro-boro terpikir untuk menjawab pertanyaan balik si bapak killer, yang ada detak jantung semakin menjadi-jadi. Kalau sudah begini kejadiannya, bagaimana murid dapat berpikir jernih?bercabang sih iya karena rasa takut tadi.

Situasi ini terus berlanjut hingga ketika si bapak killer ulang tahun. Seisi kelas berencana untuk memberikan kado sebagai ucapan selamat di hari jadi beliau.  

Tepat pada saat jam pelajaran beliau…

Seperti biasa suasana jantung semua murid dag dig dug; perasaan cemas mulai menyelimuti. Biasa si bapak killer akan memulai aksinya di depan kelas. Si bapak killer mengeluarkan buku panduan yang lumrah beliau pakai, mengambil kapur dan menulis rumus-rumus fisika.

Sementara dibarisan bangku paling belakang, sang creator dari ide (sssst…., seisi kelas mau ngasih kado nih:)) ini mulai beraksi. Rembukan dengan beberapa teman sedang terjadi. Suasana mulai ramai, sedikit gaduh.

Si bapak killer yang mulai menyadari keributan ini berespon. Beliau langsung berbalik dan..

“Kau”, kata beliau seraya menyerahkan kapur kepada seorang murid perempuan yang bernama Asih, yang duduk tepat di hadapan kursi beliau. “Lanjutkan turunan rumus itu!”, sambung beliau seakan memerintah.

Asih cukup kaget. Dia hanya bengong. Rasa bingung bercampur takut menyelimuti hatinya. Dia tak beranjak sedikitpun.

Si bapak killer langsung beraksi. “Ah, lambat kali Kau”, kata beliau dengan logat khas sumateranya.

“Sudah, sekarang Kau”, kata beliau beralih ke murid disebelah Asih yang bernama Ranti.

Di barisan paling belakang,   suara berbisik-bisik tadi masih jelas terdengar. Si bapak killer melotot dan tanpa diduga, seorang murid bernama Arya memberanikan diri berjalan menuju beliau. Di  tangan Arya terlihat bungkusan kado. Jantung Arya terus berdetak, detaknya malah tak teratur persis seperti atlet sprint telah selesai berlari. Meski demikian, Arya terus berjalan mendekati posisi si bapak killer.

“ini dari kita semua, Pak”, Arya membuka suaranya pelan dan menyerahkan kado yang sedari tadi di tangannya. “Ssse  lamat uuulanng tta..hun, Pak”, lanjut Arya dengan suara yang terdengar setengah terbata. (entah kenapa, tiba-tiba suara Arya jadi gemetar..)

Entah tertegun atau apa, si bapak killer hanya diam. Arya kemudian meletakan kado tersebut di meja beliau dan langsung meraih tangan beliau dan menciumnya. Aksi Arya ini lalu diikuti oleh seisi kelas. Satu per satu, murid-muri mencium punggung tangan si bapak killer diiringi ucapan selamat.

Si bapak killer masih terdiam tanpa sepatah katapun namun sepertinya beliau tak keberatan mendapat perlakuan dari murid-murid seisi kelas, tiba-tiba matanya berkaca-kaca. Mungkin terharu. Dan, sepertinya, beliau tak ingat lagi kalau barusan  meminta Ranti untuk menyelesaikan turunan rumus fisika yang beliau tulis  di papan tulis.

Seminggu telah berlalu sejak kejadian itu..

Memang tak ada ucapan terimakasih secara riil keluar dari mulut si bapak killer, tetapi ada yang berbeda dari beliau pada saat mengajar. Beliau jadi sedikit mau bercerita. Ternyata ceritanya juga cukup mengundang  gelak tawa. Di akhir ceritanya juga beliau tertawa. Seisi kelas seakan tak percaya. Wah..ternyata si bapak killer bisa juga membuat lelucon, trus ditambah ketawa kecil lagi. Surprise melihat ini. Dulu sih boro-boro tertawa,  senyumpun hampir tak pernah, sepertinya mahal sekali harga senyum si bapak killer.

Namun demikian sedikit perhatian dari seisi kelas membuat beliau jadi berubah. Tak hanya perawakan beliau yang terlihat friendly, tetapi cara beliau mengajar juga jauh lebih enjoy dibanding dulu. Yang pasti tak sekiller dulu, ups..jadi pengen berubah manggil beliau si bapak friendly:).

 Hehe…kenangan zaman sma dulu. Sobat pernah punya guru killer seperti ini?

2 comments:

  1. kok kasusnya hampir sama ya...

    guru fisikaku dulu juga gitu sampe nilaiku dikasih 6 cuma gara-gara ngobrol sama teman sebangku

    ReplyDelete
  2. O..,tp ini guru killer sekali, nilai 6 itu rata2 emg dapatnya segitu, malah beruntung kok klo dapat segitu., paling tinggi nilainya cuma 7 kok:)

    ReplyDelete

Buat semua Sobat, saya sangat menghargai satu dua patah komentar Anda, tapi please gak usah meninggalkan link di kolom ini atau di Wit's chat box, ok.
Saya sangat menghargai pengertian sobat:)