“Kadang hal-hal kecil mampu merubah segalanya”. Pernah mendengar
kalimat ini?Kalau tak salah ingat ya, saya pernah dengar slogan ini dari salah
satu iklan di televisi.
Setelah dipikir-pikir ternyata benar
juga. Hal-hal kecil ternyata mampu merubah segalanya. Contohnya dulu, sewaktu
masih di bangku sekolah. Ada guru fisika yang killer banget. Kalau “Si bapak
killer” sudah ngajar, fuih… tak ada murid yang dengan leluasa beraktivitas,
bahkan untuk sekedar mengalihkan pandanganpun rasanya perlu berulangkali mikir,
saking takutnya sama si bapak killer.
Anehnya, si bapak killer sama
sekali tak sadar. Beliau kekeh, komit sama metode pengajarannya yang persis
seperti militer yang penuh dengan aturan.
Pokoknya tegang sekali.
Murid-murid pastinya tak merasa
nyaman, mereka tak dapat rileks menangkap pelajaran yang disampaikan beliau.
Bila murid bertanya sesuatu mengenai materi yang beliau sampaikan, maka ini
akan menjadi bencana kecil karena si bapak killer akan langsung balik bertanya.
Sebenarnya baik, karena dengan demikian akan terjadi interaksi. Metodenya menjadi
interaktif. Tapi…yang menjadi masalah adalah “image” si bapak yang terlanjur
dipatrikan killer di benak semua murid maka mereka jadi takut. Boro-boro
terpikir untuk menjawab pertanyaan balik si bapak killer, yang ada detak
jantung semakin menjadi-jadi. Kalau sudah begini kejadiannya, bagaimana murid
dapat berpikir jernih?bercabang sih iya karena rasa takut tadi.
Situasi ini terus berlanjut
hingga ketika si bapak killer ulang tahun. Seisi kelas berencana untuk memberikan
kado sebagai ucapan selamat di hari jadi beliau.
Tepat pada saat jam pelajaran beliau…
Seperti biasa suasana jantung
semua murid dag dig dug; perasaan cemas mulai menyelimuti. Biasa si bapak killer
akan memulai aksinya di depan kelas. Si bapak killer mengeluarkan buku panduan
yang lumrah beliau pakai, mengambil kapur dan menulis rumus-rumus fisika.
Sementara dibarisan bangku paling
belakang, sang creator dari ide (sssst…., seisi kelas mau ngasih kado nih:)) ini mulai beraksi. Rembukan
dengan beberapa teman sedang terjadi. Suasana mulai ramai, sedikit gaduh.
Si bapak killer yang mulai
menyadari keributan ini berespon. Beliau langsung berbalik dan..
“Kau”, kata beliau seraya
menyerahkan kapur kepada seorang murid perempuan yang bernama Asih, yang duduk
tepat di hadapan kursi beliau. “Lanjutkan turunan rumus itu!”, sambung beliau
seakan memerintah.
Asih cukup kaget. Dia hanya
bengong. Rasa bingung bercampur takut menyelimuti hatinya. Dia tak beranjak
sedikitpun.
Si bapak killer langsung beraksi.
“Ah, lambat kali Kau”, kata beliau dengan logat khas sumateranya.
“Sudah, sekarang Kau”, kata
beliau beralih ke murid disebelah Asih yang bernama Ranti.
Di barisan paling belakang, suara
berbisik-bisik tadi masih jelas terdengar. Si bapak killer melotot dan tanpa
diduga, seorang murid bernama Arya memberanikan diri berjalan menuju beliau. Di
tangan Arya terlihat bungkusan kado.
Jantung Arya terus berdetak, detaknya malah tak teratur persis seperti atlet
sprint telah selesai berlari. Meski demikian, Arya terus berjalan mendekati
posisi si bapak killer.
“ini dari kita semua, Pak”, Arya
membuka suaranya pelan dan menyerahkan kado yang sedari tadi di tangannya. “Ssse lamat uuulanng tta..hun, Pak”, lanjut Arya
dengan suara yang terdengar setengah terbata. (entah kenapa, tiba-tiba suara
Arya jadi gemetar..)
Entah tertegun atau apa, si bapak
killer hanya diam. Arya kemudian meletakan kado tersebut di meja beliau dan
langsung meraih tangan beliau dan menciumnya. Aksi Arya ini lalu diikuti oleh
seisi kelas. Satu per satu, murid-muri mencium punggung tangan si bapak killer
diiringi ucapan selamat.
Si bapak killer masih terdiam
tanpa sepatah katapun namun sepertinya beliau tak keberatan mendapat perlakuan
dari murid-murid seisi kelas, tiba-tiba matanya berkaca-kaca. Mungkin terharu.
Dan, sepertinya, beliau tak ingat lagi kalau barusan meminta Ranti untuk menyelesaikan turunan
rumus fisika yang beliau tulis di papan tulis.
Seminggu telah berlalu sejak kejadian itu..
Memang tak ada ucapan terimakasih
secara riil keluar dari mulut si bapak killer, tetapi ada yang berbeda dari
beliau pada saat mengajar. Beliau jadi sedikit mau bercerita. Ternyata
ceritanya juga cukup mengundang gelak tawa.
Di akhir ceritanya juga beliau tertawa. Seisi kelas seakan tak percaya.
Wah..ternyata si bapak killer bisa juga membuat lelucon, trus ditambah ketawa
kecil lagi. Surprise melihat ini. Dulu sih boro-boro tertawa, senyumpun hampir tak pernah, sepertinya mahal
sekali harga senyum si bapak killer.
Namun demikian sedikit perhatian
dari seisi kelas membuat beliau jadi berubah. Tak hanya perawakan beliau yang
terlihat friendly, tetapi cara beliau mengajar juga jauh lebih enjoy dibanding dulu.
Yang pasti tak sekiller dulu, ups..jadi pengen berubah manggil beliau si bapak
friendly:).
Hehe…kenangan zaman sma dulu. Sobat pernah
punya guru killer seperti ini?
kok kasusnya hampir sama ya...
ReplyDeleteguru fisikaku dulu juga gitu sampe nilaiku dikasih 6 cuma gara-gara ngobrol sama teman sebangku
O..,tp ini guru killer sekali, nilai 6 itu rata2 emg dapatnya segitu, malah beruntung kok klo dapat segitu., paling tinggi nilainya cuma 7 kok:)
ReplyDelete