Tuesday, October 26, 2010

Masalah

Yang namanya makhluk bernafas(manusia, maksudnya:) tak akan pernah lepas dari masalah. Lepas dari satu masalah, akan menghadapi masalah berikutnya, begitu seterusnya. Masalah-masalah tersebut tak akan pernah lelah, berhenti  menghampiri kita.

Awalnya, pikiran kita pasti sempit, pusing, kalut…maklum lagi banyak urusan, sudah banyak masalah, kemudian ditambahin kembali masalah. Bisa dibayangkan, betapa otak kita dipenuhi semua masalah tersebut! Bertambah kacaulah pikiran kita. Namun, tunggu dulu! Ada baiknya jika kita tak buru-buru pusing, kalut atau syndrom semacamnya!

Apakah dengan pusing, kalut, pikiran yang sempit akan menyelesaikan masalah?

Jawabnya, tentu saja tidak bukan?Siap atau tidak, suka atau tidak, masalah tersebut membutuhkan solusi. Nah,..kalau begitu, mengapa tak menerimanya dengan pikiran jernih? Bukankah dengan memiliki pikiran jernih, otak akan lebih mudah berpikir, berusaha mencari solusinya, dengan diikuti dengan aksi, perbuatan, tindakan nyata (wah..,ternyata banyak ya istilahnya:) atas perintah otak tersebut, sehingga pada akhirnya masalah itu akan terselesaikan.

Daripada kita langsung menerima setiap masalah dengan ”pikiran yang kita kondisikan telah penuh dengan masalah”, kan tak akan membuat kita jadi dapat berpikir kembali. Siapa coba yang rugi?ya..kita sendiri jawabnya. Masalah yang tak kunjung selesai, terus pikiran kita juga jadi kalut, pusing dan imbasnya semua aktivitas jadi rusak, hehe..Rugi sekali kan;)

Sekarang, pertanyaannya adalah bagaimana agar memiliki pikiran jernih?

Pengalaman saya,sebagai seorang muslim (ini klo saya ya:), saya lebih banyak berzikir, karena hanya dengan berzikir, mengingat Allah,  hati menjadi tenang. Dampaknya, ketika hati menjadi tenang, pikiran juga menjadi “plong”, dan insyaallah tak ada kesulitan ketika harus menghadapi masalah. Sebagai insan beragama, kita harus percaya bahwa Sang Pencipta akan selalu memberi  pertolongan, dan bentuk komunikasi kita dengan diriNYA antara lain melalui doa, berzikir. Insyaallah semua masalah akan diberi kemudahan penyelesaiannya. Dan lagi, jika dicermati secara positip, sebenarnya dengan banyak masalah, kita juga banyak belajar dalam menjalani hari-hari ke depan. Belajar,belajar dan belajar..hayoo.., masih mau belajar?

READMORE - Masalah

Monday, October 18, 2010

Waktu

Astaghfirullahalazim…..,kulihat adik bungsuku yang telah beranjak dewasa ini begitu menikmati acara bermalas-malasan. Dari tadi,Ryan, begitu ia biasa disapa memang mengisi waktu tanpa aktivitas apapun. Hampir separo hari itu, ia menghabiskan waktu dengan bermalasan sambil menonton acara televisi. Selesai satu acara, ia ganti channelnya dengan menonton acara lain. Tiap kali, ibu menyuruhnya melakukan sesuatu, selalu ia jawab dengan kalimat, “Bentar lagi, Bu.” Lalu beberapa jam kemudian, saat ibu meminta hal yang sama, lagi-lagi ia menjawab, “Bentar lagi,Bu.”

Aku yang melihat tingkahnya, hanya geleng-geleng kepala. Tindakan yang sungguh merugikan diri sendiri. Bagaimana tidak, kita, manusia yang hidup di dunia ini diberi jatah umur terbatas oleh Allah. Jika waktu yang tersedia kita isi BUKAN untuk hal-hal yang bermanfaat yang bermuara pada kebaikan, tentu yang rugi kita sendiri. Padahal lagu milik Raihan dengan judul Demi Masa yang salah satu liriknya berbunyi :    
                   Gunakan kesempatan yang masih diberi, moga kita takkan menyesal
        Masa usia kita jangan disiakan karena ia takkan kembali
        Ingat lima perkara sebelum lima perkara, sehat sebelum sakit,
        muda sebelum tua
                   Kaya sebelum miskin, lapang sebelum sempit, hidup sebelum mati                                      
dengan jelas mengingatkan kita bahwa hidup kita di dunia ini sebentar. Atau dengan kata lain, jatah waktu yang diberikan oleh Allah terbatas. Tiap hari usia kita semakin berkurang, yang menandakan bahwa jalan menuju kubur semakin dekat, seperti yang tertulis dalam Alquran, surat Al-Anam:60,
                “Dan Dialah yang menidurkan kamu di malam hari dan Dia mengetahui apa yang kamu kerjakan pada siang hari, kemudian Dia membangunkan kamu pada siang hari untuk disempurnakan umurmu yang telah ditentukan, kemudian kepada Allah-lah kamu kembali, lalu Dia memberitahukan kepadamu apa yang dahulu kamu kerjakan.”
Keadaan diri kita hari ini,besok, lusa atau yang akan datang semua adalah rahasia Ilahi. Kita tak akan pernah tahu apa yang akan menghampiri kita, kita tak pernah tahu apa yang akan menimpa kita. Bila di kala sehat, kita hanya mengisi waktu  untuk hal yang sia-sia seperti itu, apa yang akan terjadi jika kemudian Allah menguji kita dengan sakit yang bermuara pada kematian? atau apa yang akan terjadi jika tiba-tiba kematian menjemput? Bukankah hidup di dunia adalah sementara? 

Sungguh! Merugilah orang-orang yang menyia-nyiakan waktunya. Orang-orang yang beriman tak akan melakukan perbuatan merugi ini, karena mereka menyadari betul hakikat hidup di dunia yang fana ini. Mereka tahu bahwa kelak umur mereka akan dimintai pertanggungjawaban oleh Sang Ilahi.

Tak ada satupun yang kita lakukan di dunia ini yang luput dari pengawasan-Nya, seperti yang dinyatakan Allah dalam Q.s. Qaaf:16,17 dan 18 :
         “ Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh  hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada urat lehernya”
          “ yaitu ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri”
          “ tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir”
Sungguh menyedihkan bukan, mengisi waktu dengan hal yang tak berfaedah sedikitpun. Padahal jika roh dan jasad berpisah, tak akan dapat ditunda barang sedikitpun. Jikalau keadaan ini menghampiri kita, kita tak akan bisa kembali lagi ke dunia untuk mengulangkan lagi waktu yang telah diamanahkan oleh  Allah tsb. Oleh karena itu, marilah kita (termasuk penulis sendiri) renungkan bahwa waktu yang diberikan Allah ini terbatas serta akan dimintai pertanggungjawabannya kelak. Jadi, jangan sia-siakan waktumu!
READMORE - Waktu

Sunday, October 17, 2010

Keragaman dan Perbedaan

Keragaman menandakan bahwa sesuatu itu bernuansa, bervariasi. Dengan adanya variasi justru menunjukan letak keindahannya. Ibarat sebuah bunga, jika tak bervariasi tentu akan menjemukan bagi mata yang memandang. Namun, Sang pencipta telah menciptakan berbagai jenis bunga, sebut saja bunga kamboja, melati, anggrek dan jenis-jenis bunga lainnya. Ini hanya untuk jenis bunga saja. Sekarang, mari kita perhatikan tanaman-tanaman yang ada di hamparan bumi ini! Banyak sekali bukan variasinya? Sang Pencipta melalui penciptaan alam beserta isinya mengajarkan kepada kita bahwa keragaman yang ada memperindah alam ini. Disinilah seharusnya manusia menyadari penuh bahwa keragaman bukanlah perbedaan yang harus dicermati dari sisi negatif, namun sebaliknya selalu ada sisi positip dari setiap keragaman ini.

Perbedaan sejatinya tidaklah menjadi penghalang untuk hidup secara damai di muka bumi. Perbedaan sebaiknya menjadi ajang untuk saling berbagi, contohnya si kaya memberikan kelebihan hartanya pada si miskin, si gudang ilmu membagi ilmunya pada yang memerlukan.

Melalui perbedaan ini juga dengan sendirinya akan timbul peran-peran yang spesifik di dalam kehidupan. Contoh sederhana adalah perbedaan antara ahli medis dan orang yang membutuhkan jasa medis akan membuahkan hubungan antara dokter dan pasien. Sang dokter mengaplikasikan kemampuannya melalui diagnosa dan pengobatan terhadap pasien. Di lain pihak, sang pasien  merasa bahwa masalah dalam tubuhnya (atau yang biasa dikenal penyakit) dapat disembuhkan. Implikasinya adalah dokter mendapat imbalan dari jasa pengobatan yang ia tawarkan, sedang pasien merasakan kesehatan dari pengobatan ini yang menandakan bahwa pasien harus mengeluarkan ongkos atas jasa yang ia dapat dari dokter sebagai kompensasi atas penyembuhannya. Disinilah timbul yang namanya hubungan antara satu individu dengan individu yang lain, baik itu yang searah maupun yang bolak-balik. Bukankah inilah hakekat kehidupan yang sebenarnya yaitu saling berbagi?

Jika kita berpikir secara logika  maka kita pasti setuju bahwa perbedaan inilah yang akan memperkaya keadaan yang berbeda tersebut. Perbedaan bahasa misalnya. Keragaman bahasa antara satu daerah dengan daerah lain menunjukkan bahwa betapa kaya negeri ini akan bahasa daerah. Dan meski tak sepenuhnya disadari, keragaman bahasa ini membuahkan  profesi baru, yaitu sebagai seorang translator atau penerjemah.

Adat-istiadat dan budaya yang berbeda-beda dari setiap daerah juga mencerminkan bahwa negeri ini begitu kaya dan selalu ada ciri khas yang dapat ditonjolkan dari tiap daerah ini. Hal ini mendatangkan pengunjung, baik itu turis lokal maupun mancanegara. Pulau Bali misalnya, seakan manjadi ikon Indonesia. Banyak turis mancanegara yang berdatangan untuk  mengenal Pulau Dewata ini.  Kedatangan turis mancanegara ini tentu berdampak positip bagi Negara Indonesia, selain Indonesia menjadi terkenal di dunia Internasional, tapi juga berdampak  pada sektor pendapatan nasional. Menguntungkan bukan?

Begitulah, keragaman ternyata begitu banyak memberikan manfaat, jika disikapi secara positip. Burung Garuda sebagai  lambang Negara Indonesia, dengan jelas pada pitanya tertulis kata Bhinneka Tunggal Ika, yang berarti berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Kata ini dengan jelas mengajarkan bahwa perbedaan tak harus memecahkan persatuan dan kesatuan yang ada. Tetapi, perbedaan ini ditujukan agar dapat saling mengenal satu sama lain, yang dapat memperkaya keadaan yang ada. Dan, hal ini juga sejalan dengan penjelasan di dalam Alquran, surat Al-Hujuraat:13, yang artinya:
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-berbangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal ”

Jika demikian, apakah keragaman harus menimbulkan perbedaan yang dijadikan jurang pemisah?

READMORE - Keragaman dan Perbedaan

Monday, October 11, 2010

Apa Kata Orang


“Bapak, masa Tia harus jalan kaki ke sekolah?apa kata orang klo melihat Tiara Astuti, putri seorang pengusaha kayu terkenal di Palembang,  pergi ke sekolah jala kaki?Ini, bakal jadi sorotan orang banyak, Pak.” Ungkap Tiara, gadis berusia 14 tahun kepada bapaknya.
Mendengar ucapan sang putri, pak Mgs. Ahmad Husni Barokah  hanya tersenyum, kemudian berusaha menenangkan hati putri  semata wayangnya. “Tia, kenapa kamu harus peduli dengan omongan orang?Apapun pendapat mereka tak akan merubah keadaan kamu, bukan?Kamu tetep anak pengusaha kayu terkenal di Palembang, meski kamu pergi ke sekolah dengan jalan kaki. Lagi juga, kan hanya untuk hari ini, besok-besok kamu diantar lagi pake mobil ’’, jelas sang bapak sambil memohon pengertian sang putri.
“Pokoknya, Tia tak mau tahu. Ini hari, Bapak mesti cari mobil buat anter Tia ke sekolah, Tia malu klo sampe orang melihat Tia jalan kaki ke sekolah, apa kata orang, Bapaak?”, Tia menjawab dengan nada agak meninggi.
Ya…begitulah, ilustrasi di atas terkadang juga pernah kita alami, meski kasusnya tak serupa.
Kita fokuskan pada kalimat”apa kata orang”. Pernahkan, kita juga menyematkan kalimat , “apa kata orang klo saya…” (hayoo..,ngaku?hehe..). Saya juga pernah kok mengalaminyaJ
Saya pikir sih, wajar-wajar saja, mengingat kita makhluk sosial, otomatis kita juga berpikir tentang respon orang terhadap apa yang kita lakukan. Lumrah-lumrah saja kan?Akan menjadi tidak lumrah, jika kita selalu ketakutan dalam bertindak, dengan alasan takut omongan orang. Contohnya, ketika semua sahabat kita memakai Blackberry, terus karena takut omongan temen, maka kita memaksakan orangtua kita untuk membelikannya untuk kita, padahal jelas-jelas orangtua kita tak mampu membelinya.
Atau kasus sederhana seperti ini, ketika kondangan semua ibu-ibu memakai kuningan (sstt..ini sebutan saya untuk yang namanya “emas”), maka ada istri yang maksa-maksain suaminya agar membelikannya, dia takut omongan ibu-ibu, klo nanti dibilang “kere”.
Bisa juga kasus seperti ini, karena si anak sudah menjadi orang sukses, dia malu mengakui ibunya yang memang dandanan, wawasan serta keadaan finansialnya tak sebagus dirinya. Saking malunya, sampe-sampe ketika ada temannya yang menanyakan sang ibu, dia bilang klo ibunya telah tiada (durhaka kan? Hanya karena takut omongan orang lagi). Ato, dengan teganya dia bohong, dengan menyewa orang lain untuk diakui sebagai ibu kandungnya (ups..opsi yang kedua hanya ada di sinetron ya, bercanda..biar tak terlampau monoton:))
Sampai segitunya memikirkan “apa kata orang” tentang diri kita. Klo begitu namanya, kita tak merdeka. Cobalah untuk berani tak memperdulikan omongan orang untuk hal-hal yang memang sifatnya privasi, artinya tak semua orang bisa kita samakan kondisinya dengan diri kita, contohnya  keadaan finansial seperti digambarkan pada ilustrasi di atas.
Buat apa memperdulikan omongan orang, klo pada akhirnya, itu hanya menyiksa diri kita sendiri. Memang awalnya tak gampang, tetapi kita harus melatihnya, apalagi untuk suatu keputusan besar yang kita ambil dalam hidup kita. Untuk apa pusing memikirkan apa kata orang kelak, yang penting kita bahagia, bertanggungjawab dengan keputusan itu. Kan kita yang akan menjalaninya, bukan orang lain,ok.
READMORE - Apa Kata Orang

Monday, October 4, 2010

Renunglah Selalu Perjalanan Hati

 
Renunglah selalu hati kita
Karena ia merupakan sumber kebaikan dan kejahatan
Wadah kekufuran dan keimanan
Rebutan di antara malaikat dan syaitan
Hati perasaannya halus
Sentuhannya tidak terasa
Tapi sangat member kesan di dalam kehidupan kita
Siapa yang arif perjalanan hatinya
Paham kebaikan dan kejahatannya
Bersungguh bermujahadah membuang kejahatannya
Diganti segera dengan kebaikan
Orang itu akan selamat
dari tipu daya syaitan dan dunia
Ramai orang tidak paham
perjalanan hatinya sekalipun ulama
Terima saja yang baik dan yang buruknya
Kemudian merasakan baik semuanya
tiada terasa lagi membuat dosa
Di sinilah perlu pimpinan
Guru yang mengenal hati manusia


                                                            Diambil dari Buku Mengenal Diri Melalui Rasa Hati
Karya Abuya Syeikh Imam Ashaari Muhammad At Tamimi
READMORE - Renunglah Selalu Perjalanan Hati