Wednesday, April 25, 2012

Musik, Anak dan Realita Musik Anak di Indonesia


Musik, musik dan musik…

Mmm…lima huruf ini sangat dikenal oleh semua orang dari berbagai kalangan hingga ada sebuah kalimat yang begitu akrab di telinga penulis, music is my life, my life is music. 

Wah..dunia ini akan berwarna bila ada musik!

Biasanya orang akan refleks menggerakan beberapa bagian tubuhnya mengikuti iringan musik yang didendangkan, seperti kepala, tangan, dan kaki. 

Hayo bener apa bener?
Bener bukan?

Itulah efek spesial yang ditimbulkan dari mendengarkan musik.

Tanpa musik? 

Mmm…suasana akan terasa hampa. 

Mau bukti?

Contohnya sederhana, dalam setiap acara atau perayaan kegembiraan seperti acara ulang tahun, pernikahan atau acara lainnya pasti musik selalu menjadi bagian yang tak terpisahkan.

Tak percaya?

Ok. Coba diingat-ingat kembali pada saat sobat datang ke acara-acara perayaan tersebut!
Bener kan? Musik pasti dan selalu ada. Sepertinya musik menjadi WAJIB untuk acara – acara itu. Hanya saja tergantung acaranya. Beda acara maka beda pula musik yang didengarkan. 

Sama halnya dengan pendengar musik. Beda orangnya beda pula musik yang disukai. Beda usianya beda pula SEHARUSNYA musik yang  sebaiknya didengarkan. Selalu ada segmentasi pasar untuk sebuah musik yang beredar di masyarakat. 

Mengapa?

Karena berdasarkan pemikiran penulis, pada dasarnya musik merupakan salah satu media yang baik untuk belajar. Bila dicermati lirik-lirik yang terkandung di dalam sebuah lagu mengandung pesan atau nilai-nilai yang hendak disampaikan oleh penciptanya kepada pendengar. Contoh sederhananya lagu-lagu religi yang secara tak sadar bisa memberikan motivasi bagi pendengarnya. Masih hangat di telinga kita akan lagunya Maher Zain yang sangat inspiratis dan booming di negeri ini. Lagu yang berjudul ‘Insyaallah’ ini membuat kita merasa ‘adem’ mendengarkannya. Selain alunan musiknya yang easy listening, liriknya juga membuat pendengar lebih menyadari bahwa tak ada yang tak mungkin di dunia ini, jangan pernah putus asa! Insyaallah ada jalan.

Nah, bayangkan bila anak-anak yang masih belia dimana sel-sel otaknya sangat aktif untuk merekam apapun yang didengarnya mendengarkan musik  yang belum waktunya mereka dengar!

Wah..kacau! Anak-anak kan selalu meniru. Kalau lagu yang mereka dengar adalah lagu orang dewasa bagaimana? Mereka tak sadar bahwa lirik yang mereka ucapkan tak pantas mereka dendangkan. Mereka juga tak paham makna dari lirik-lirik tersebut. Apalagi saat ini kebanyakan industri musik Indonesia sarat dengan lagu-lagu yang bertemakan cinta terhadap lawan jenis. Apa yang akan terjadi akan anak-anak harapan bangsa negeri ini?

Semua orang pasti memiliki jawaban sendiri atas pertanyaan di atas. Tetapi inilah realita negeri ini. Terlalu banyak musik-musik orang dewasa yang secara tak sadar ikut dikonsumsi oleh anak-anak yang notabene belum sesuai dengan dunia mereka; dunia bermain, dunia merekam akan apapun yang dilihat, didengar oleh indra mereka.
 
Lalu permasalahannya, mengapa hal tersebut bisa terjadi? Apakah anak-anak di era ini tak memiliki musik  yang sepadan dengan usia mereka?

Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, penulis mencoba untuk berbagi sedikit cerita tentang musik anak-anak ketika penulis berada di masa kanak-kanak. 

Mau dengar?

Boleh…

Ok. Kita mulai ya!

Ketika penulis masih masa kanak-kanak di era 80an hingga 90an, Indonesia sangat kaya dengan musik khusus untuk anak-anak. Beberapa lagu yang masih membekas di telinga penulis hingga sekarang antara lain lagu berjudul Jangan Pipis Sembarang, Aku seorang Kapiten, Kring-kring goes goes. Lagu- lagu tersebut  seingat penulis booming di era 80an. Lagunya ceria dan  banyak nilai edukatif yang disisipkan dalam lirik lagu tersebut. Dari judulnya saja sudah mengajarkan nilai pendidikan, contohnya jangan pipis sembarang. 

Lalu memasuki era 90an, Indonesia juga memiliki penyanyi-penyanyi cilik yang sukses membesarkan nama mereka lewat lagu-lagu yang mereka bawakan, seperti Eno Lerian, Kak Ria Enes dan Susan, Tasya, Joshua, Saskia, Geofanny, Sherina Munaf, Agnes Monica. Lagu-lagu mereka sukses besar. Tak hanya itu program pemutaran video klip lagu khusus anak-anak yang berjudul Tralala-trilili di RCTI dengan hostnya Agnes Monica dan Kak Ferry (Personel ME), Ci-Luk-Ba hostnya Maissy (kalau gak salah ya. Maafkan kalau salah :)maklum udah lama) menjadi program yang sangat diminati anak-anak saat itu.

Anak-anak ada di dunianya sendiri. Gaya mereka yang lucu dan gemes saat menirukan lagu-lagu idola mereka juga sangat pas untuk usia mereka yang masih belia. Mereka juga tanpa disadari belajar sambil bernyanyi, seperti lagunya Eno Lerian yang berjudul Nyamuk-Nyamuk Nakal, salah satu liriknya berbunyi begini
            …..
            Banyak Nyamuk di rumahku
            Gara-gara Kamu malas bersih-bersih
            …..
Lirik di atas secara tak langsung mengajarkan anak akan pentingnya kebersihan sedari dini.
Atau lagunya Kak Ria Enes dan Susan yang berjudul Susan punya Cita-cita. Yang liriknya antara lain berbunyi seperti ini
            …..
            Susan, susan, susan besok gede mau jadi apa
            Aku kepingin pinter
            Biar jadi dokter
            ….
Secara tak sadar lagunya Kak Ria dan Susan ini ingin menanamkan sejak dini pada anak-anak akan cita-cita hidup mereka kelak.
Atau lagunya Saski dan Geofanny yang berjudul menabung ciptaannya Titiek Puspa.

Bing bing bang,  yok kita ke bank
Bang bing bung,  yok kita nabung
Tang Ting Tung, Hei jangan dihitung
Tahu-tahu kita pasti dapat untung
……
Lagu ini mengajak anak-anak untuk menabung. Artinya ada nilai pengajaran yang secara tak langsung diajarkan pada anak, yaitu pentingnya  berhemat sedari dini.

Bila dicermati lirik-lirik beberapa lagu yang penulis tuliskan di atas cukup ampuh untuk belajar sambil bernyanyi bagi anak-anak bukan? Anak-anak pasti senang. Tingkahlaku mereka yang cukup membuat kita para orang dewasa geli  memberikan bukti betapa polos dan lugunya anak-anak. Apapun yang mereka dengar, secara tak langsung akan diimpletasikan pada diri mereka. Pada awalnya melalui ucapan-ucapan yang mereka tiru saat mendendangkan lagu tersebut. Nah..kita sebagai orang dewasa khususnya orang tua dapat mulai menanamkan maknanya, perlahan namun pasti kita mengajak mereka untuk bertindak, berbuat seperti yang diajarkan pada ketiga lagu di atas.

Sekarang kita kembali pada pertanyaan di atas,  “Mengapa hal tersebut bisa terjadi? Apakah anak-anak di era ini tak memiliki musik  yang sepadan dengan usia mereka?”

Jawabnya iya. Tak ada lagi musik dan program-program televisi yang bertemakan klip lagu yang khusus diperuntukan bagi anak-anak. Sepengetahuan penulis, industri musik anak-anak saat ini telah redup. Makanya tak heran, bila anak-anak sekarang lebih akrab dengan lagu-lagu orang dewasa yang nuansanya tak jauh-jauh dari yang namanya cinta pada lawan jenis. Ironi memang bila dari banyaknya produksi musik di Indonesia tak satupun lagu yang bertemakan anak-anak mencuat seperti pada tahun 80-an hingga 90an.

Apa yang terjadi? Apakah lagu anak-anak tak memberikan profit bagi industri musik  Indonesia? Ataukah tak ada lagi penyanyi-penyanyi berbakat seperti penyanyi cilik era 80an dan 90an? ataukah tak ada lagi anak-anak yang bersedia membawakan lagu-lagu anak-anak, yang paling sesuai dengan dunia mereka?

Bila penulis lihat di televisi negeri ini, acara-acara penyaringan berbakat serupa AFI Junior, Idola Cilik, masih sangat diminati. Ini dibuktikan oleh banyaknya peserta audisi. Bahkan mereka datang tak hanya dari Jakarta melainkan dari seluruh pelosok nusantara. Ini hal yang membanggakan bukan? Artinya negeri ini masih kaya dengan talenta muda di bidang seni suara. Hanya saja kembali lagi ada yang patut disayangkan. Meski  acara tersebut diperuntukan untuk mencari kandidat cilik berbakat di dunia tarik suara, lagu-lagu yang adik-adik ini bawakan bukanlah lagu-lagu anak-anak. Kebanyakan mereka membawakan lagu orang dewasa.

Tak percaya?
Coba diingat-ingat lagi Acara AFI junior, dan Idola Cilik!
Sudah?
Benarkan idenya penulis?

Ok. Inilah relita negeri ini. Bahkan anak-anak yang kelak menjadi generasi penerus bangsa sedari dini secara tak langsung sudah disuguhi musik-musik dewasa yang bertemakan asmara lawan jenis, patah hati, rasa dendam, dll. Sangat miris bukan? Tapi itulah realitanya. 

Jadi siapakah yang patut disalahkan? 

Menurut penulis tak ada yang patut disalahkan realita yang ada memang musik anak-anak hampir tak pernah ada lagi setelah era 80an dan 90an di zaman penulis ada di masa kanak-kanak. Sekarang yang menjadi solusinya bagaimana orangtua menjadi filter bagi anak-anak untuk memilah  musik mana yang layak dikonsumsi oleh anak-anak. 

Ok. Baiknya kita mulai dari lingkup terkecil dahulu. Mari Mulailah dari keluarga kita sendiri!

Terlepas dari itu semua. Ini merupakan opini penulis. Seberapa akurat dan baik opini penulis, semua tergantung dari cara pandang setiap orang. Tiap orang pasti punya pendapat yang berbeda, dengan sisi pandang yang berbeda pula :)

Oya, untuk mengenang kembali kerinduan penulis pada masa kanak-kanak sekaligus mengingatkan kita betapa ada nilai pendidikan yang tersirat pada lagu anak-anak, penulis sengaja menyisipkan lagu Kak Ria Enes dan Susan dengan judul Susan Punya Cita-cita. Yuk, kita dengar sama-sama!

Ok.
            1…
            2…
            3…Mulai






 

2 comments:

  1. jaman sekarang anak2 justru hafalnya lagu barat dan korea...:)

    ReplyDelete
  2. salam sukses gan, bagi2 motivasi .,
    Hargailah hari kemarin,mimpikanlah hari esok, tetapi hiduplah untuk hari ini.,
    ditunggu kunjungan baliknya gan .,.

    ReplyDelete

Buat semua Sobat, saya sangat menghargai satu dua patah komentar Anda, tapi please gak usah meninggalkan link di kolom ini atau di Wit's chat box, ok.
Saya sangat menghargai pengertian sobat:)