Ada cerita yang sangat neginspirasi. Ceritanya begini; ada seorang keluarga yang hendak menjual rumah pribadinya. Katakanlah lokasinya di X. Mengingat pemilik rumah ini sangat sibuk dan tak mungkin mengontrol rumah yang dijualnya secara rutin maka diputuskanlah untuk menjual rumah tersebut tanpa menggunakan jasa perantara ataupun mengiklankannya melalui biro periklanan melainkan hanya menulis sebuah tulisan sederhana yang bertuliskan:
Tulisan ini ditempel dari dalam rumah tepatnya dari belakang kaca rumah pak M. Tindakan ini dilakukan dengan harapan kertas yang ditempel ini permanen karena ditempel dari balik dalam kaca rumah pak M. Ide yang sederhana tetapi lumayan cerdas juga, bukan?
Setelah beberapa waktu lamanya lumayan banyak juga yang menelepon pak M untuk membeli rumah tersebut. Penawaran yang datang sangat beragam, namun pada dasarnya semua calon pembeli ingin mendapatkan kesepakatan harga yang menurut mereka memang ‘layak’.
Hal yang masuk akal memang, tetapi ada juga lucunya, ada pihak-pihak yang memang ‘cerdik’ memanfaatkan peluang pasar ditengah sulitnya mencari sumber penghidupan yang layak pada saat ini, beberapa pihak malah dengan sengaja memanfaatkan iklan sederhana ini. Berikut beberapa petikan dialog antara pak M dengan ‘pihak’ tersebut (kita misalkan saja Y):
Y : Assalamu’alaikum
Pak M : Wa’alaikumsalam
Y : Maaf Pak, mau nanya ini bener yang punya rumah yang lokasinya di x?
Pak M : Oh..iya betul. Ada yang bisa dibantu, Pak?
Y : Iya pak, kalo boleh tau harganya berapa?
Pak M : O..kita jual 200 juta, Pak?
Y : Gak bisa kurang, Pak?
Pak M : Harganya pas , Pak
Y : Itu luasnya berapa, Pak?rumah pribadi ya, Pak?
Pak M : xxx M2 . Iya itu rumah pribadi sudah serifikat
Y : Rumah Bapak dimana?
Pak M : Sekitar daerah z
Y : Kita boleh maen ke sana, Pak?
Pak M : O..ya, ya boleh
Setelah meminta alamat detail dari pak M, akhirnya pembicaraan ditutup.
Telepon dengan pertanyaan serupa seringkali terjadi hingga ada yang dengan sengaja mendatangi rumah pribadi pak M yang bertempat di daerah z dan cerita punya cerita, ternyata Y sesungguhnya ingin menjadi broker untuk rumah yang sedang dijual oleh Pak M.
Y : Iya, Pak. Jadi begini, Bapak kan mau jual 200 juta, jadi sudah saya tawarkan 250 juta. Bapak silahkan ambil 200 juta, sisanya untuk saya
Pak M : *Ekspresi kaget
Mendengar ucapan Y, tentu saja pak M menolak. Mengapa?alasannya simple, baginya melakukan hal itu tentu saja merugikan pembeli dan dirinya selaku penjual. Ini terkait dengan ‘keterbukaan’ antara dirinya dengan pembeli. Pembeli bisa jadi tak tahu bahwa sebenarnya harga rumah tersebut sebesar 200 juta, dan dirinya mungkin saja telah dimintai Y keuntungan sebesar katakanlah x rupiah. Jadi di sini Y bisa jadi mendapat 2 keuntungan sekaligus, yaitu dari pak M dan dari pembeli. Jelas di sini pihak pembeli dan pak M menjadi pihak yang dirugikan, kecuali sebelumnya memang Y telah diutus oleh pak M sebagai broker,kesepakatannya sudah jelas.
Makanya pak M sangat tak ingin menjual rumahnya melalui perantara. Beliau ingin menjualnya langsung kepada pembeli sehingga ‘keterbukaan’ antara pak M dan pembeli jelas terlihat, semuanya clear.
Ada lagi hal yang lucu, begini dialognya…
X : Mau nanya pak, ini bener nomor telepon rumah yang mau dijual itu?
Pak M : Iya bener, ada yang bisa dibantu, Pak?
X : Begini Pak, mau nanya lokasi rumahnya dimana?
Pak M : Loh??? Maaf, Bapak dapet telepon rumah ini darimana?
X : Eh, anu.. saudara saya yang kasih tau pak
Pak M : Mm…lain kali Pak, kalo mau beli rumah ya dilihat dululah lokasi rumahnya kalo sreg baru bapak hubungi yang punya
Ah..ada-ada saja ya orang di dunia ini sukanya aneh-aneh. Yang satu pengen minta komisi, padahal jelas-jelas pak M menjual rumahnya tanpa perantara, yang satu malah menelpon pak M tanpa pernah tau dimana lokasi rumah yang akan dia beli.
Ilustrasi di atas mungkin hanya satu dari sekian banyak tingkah orang yang suka ‘nyeleneh’, pengennya mungkin memanfaatkan kesempatan yang ada tapi justru tanpa disadarinya malah merugikan pihak lain dan terkesan konyol.
Agak aneh ya??