Namun, pernahkah kita berkaca
pada diri sendiri?Menyadari dengan sepenuh hati, entah berapa kali lisan dan
perbuatan kita melukai orang-orang terdekat?
Terkadang atau bahkan nyaris,
kita selalu mengingat kejelekan orang lain. Peribahasa ini mungkin cukup
mewakili, “kuman di seberang lautan tampak, gajah di pelupuk mata tak tampak.”
Lucu…Akan tetapi, disadari maupun
tidak yang sering terjadi demikian.
Ketika harga diri ini diinjak-injak
bukan main marahnya, tetapi bila orang lain yang diinjak diri ini seakan tak
perduli.
Hati ini mengeras. Menganggap bahwa
diri kitalah yang benar. Menganggap bahwa perlakuan tersebut sama sekali tak
bermasalah.
Nenekku pernah mengatakan, “kalau
daging ini sakit bila dicubit, jangan mencubit orang lain!” ya.., bila merasa “sakit”
mendapat perlakuan”demikian”, maka jangan memperlakukan orang lain “demikian”.
Orang lain pun sama seperti kita, “tak suka mendapat perlakuan yang tak
menyenangkan”.
Sederhana memang kelihatannya,
namun dalam interaksi sosial hal ini sangat berpengaruh besar.
Menghargai setiap individu
sebagaimana diri ini ingin dihargai oleh orang lain, sulit sekali dilakukan. Kita
inginnya dihargai, mendapat perlakuan menyenangkan, namun kita belum sepenuhnya
bisa memperlakukan sesama sama seperti yang ingin kita dapatkan. Kalau begitu
bagaimana semuanya bisa berbalas dengan indah?Mmm…ternyata memang susah ya,
menjaga hati:)
Semua tindakan kasat mata itu
semua bermula dari hati...
Makanya tak heran bila buku karangan
Abuya Syeikh Asaari Muhammad At Tamimi,
begitu menginspirasi sehingga tak salah bila buku tersebut menjadi best seller. Sang penulis mengangkat
judul Mengenal Diri Melalui Rasa Hati.
Aku sangat tercenung mendengar salah
satu kumpulan kalimat yang tertulis dalam buku ini:
Mengenal diri bukanlah sekedar menilai kecantikan, tinggi rendah, warna
kulit, keturunan dan bangsa. Karena manusia sebenarnya terdiri dari dua jasad
yang dipadu erat, yaitu jasad lahir dan
jasad batin. Mengenal diri artinya mengenal hakikat manusia. Hakikat
manusia adalah batinnya. Tanpa hakikat, yang lahir tidak berguna.
Jasad lahir hanyalah sangkar untuk jasad batin. Kalau kita gagal
mengenal batin manusia, kita akan gagal mendidik diri manusia. Jadi mengenal
diri sebenarnya bukanlah mengenal rupa lahir, tapi yang lebih penting adalah
mengenal watak batin, yaitu jiwa, pikiran, kebolehan, kecenderungan, watak,
nafsu dan kekuatan yang ada pada diri kita.
Dengan mengetahui sifat-sifat yang ada pada diri kita, kita nanti dapat
melatih diri kita dan meletakkan diri sesuai pada tempatnya. Bila tidak maka
akan terjadi kerusakan di muka bumi karena kita telah melakukan sesuatu yang
tidak sesuai dengan jiwa kita. Berlakulah kejahatan, krisis jiwa dan ketegangan
pikiran hingga hilanglah kebahagiaan.
Sangat menyentuh bukan, semua
kalimat yang dikutip dari sang penulis, Abuya Syeikh Imam Ashaari Muhammmad At
Tamimi?jawabannya pasti beda-beda:)
setuju..
ReplyDeletemantab artikelnya non..
btw salam kenal yah..
=D
Postingannya simple, tapi lumayan mengena, cukup membuat saya terdiam untuk merenung tentang subtansi diri
ReplyDeletesalam sobat
ReplyDeletememang mengoreksi diri sendiri sulit.tapi kalau ngoreksi orang lain mudah.
berpulang kediri masing2 jujur atau tidak.
Agung A.Kusuma : salam kenal jg. Thanks bwt kunjungannya
ReplyDeleteHanya Nulis : Alhamdulilah..aku pun demikian,msh selalu belajar..
Nura : bnr Mbk..salam
saya setuju dengan artikel ini sob :D
ReplyDeletesukses selalu buat kita semua ^_^
salam sichandra
terkesan dengan kalimat ending-nya
ReplyDelete"akan terjadi kerusakan di muka bumi karena kita telah melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan jiwa kita"
semoga kita bisa selalu berlaku bijak
demi kebaikan kita semua...
salam sukses..
sedj
For all: thanks..
ReplyDeleteinilah salah satu anugrah dari Allah rasa EGOIS, tapi egoisnya jangan terlalu yach ... artikelnya mengingatkan kita untuk lebih banya bercermin. trims
ReplyDelete